1. Pengantar
Secara politis, pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing atau pengajaran BIPA mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat internasional. Hal itu karena pengajaran BIPA di samping merupakan media untuk menyebarluaskan bahasa Indonesia, juga merupakan media untuk menyampaikan berbagai informasi tentang Indonesia, termasuk memperkenalkan masyarakat dan budaya Indonesia. Dengan demikian, orang asing yang mempelajari bahasa Indonesia akan semakin memahami masyarakat dan budaya Indonesia secara komprehensif. Pemahaman itu pada gilirannya dapat meningkatkan rasa saling pengertian antarbangsa.
Secara teoretis, orang yang menguasai suatu bahasa asing atau bahasa kebangsaan negara lain cenderung akan memiliki rasa simpati terhadap bangsa dan negara yang bahasanya dipelajari. Dalam kaitan itu, orang asing yang menguasai bahasa Indonesia pun umumnya memiliki rasa simpati terhadap bangsa dan negara Indonesia. Rasa simpati itu kemudian dapat melahirkan sikap bisa memahami, mau mengerti, dan menghargai satu sama lain. Makin meningkatnya sikap saling pengertian dan saling menghargai seperti itu bagi suatu bangsa pada gilirannya makin meningkatkan pula persahabatan dan kerja sama antarbangsa. Dengan demikian, pengajaran BIPA pada dasarnya dapat meningkatkan rasa saling pengertian dan kerja sama antarbangsa sehingga pada gilirannya dapat pula menunjang keberhasilan diplomasi budaya Indonesia di dunia internasional. Oleh karena itu, seperti yang disampaikan oleh Soedijarto (1993:588), pengajaran BIPA sebenarnya layak dipandang sebagai bagian dari strategi diplomasi kebudayaan. Strategi diplomasi budaya melalui pengajaran bahasa kepada penurur asing seperti itu sebenarnya juga telah diterapkan oleh beberapa negara lain, seperti Prancis, Inggris, Jerman, dan Jepang.
Jika dikaitkan dengan meluasnya informasi yang negatif tentang Indonesia di luar negeri, pengajaran BIPA dapat pula berperan dalam upaya ikut serta memulihkan citra Indonesia di dunia internasional. Seperti kita ketahui, pemberitaan tentang Indonesia melalui media massa asing, terutama sejak peristiwa kekacauan 1998 ditambah dengan isu-isu terorisme dan seringnya terjadi pengeboman di wilayah Indonesia, telah memperburuk citra Indonesia di dunia internasional. Oleh karena itu, melalui pengajaran BIPA, kita dapat menyebarluaskan informasi yang positif tentang Indonesia guna memperbaiki citra yang selama ini kurang baik.
2. Kondisi Saat Ini
Harapan sebagaimana dikemukakan di atas tampaknya akan mengalami kendala jika kondisi pengajaran BIPA saat ini tidak segera diatasi. Seperti yang disampaikan oleh beberapa narasumber, kondisi pengajaran BIPA di beberapa negara di luar negeri akhir-akhir ini menunjukkan adanya gejala penurunan, baik dari segi intensitas penyelenggaraannya maupun segi jumlah peminatnya. Penurunan intensitas penyelenggaraan BIPA dan minat orang asing dalam mempelajari bahasa Indonesia itu disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor yang berasal dari dalam negerinya sendiri maupun faktor yang muncul dari luar, terutama dari kondisi yang ada di Indonesia.
Gejala penurunan dalam penyelenggaraan pengajaran BIPA di luar negeri itu, antara lain, terjadi di Australia. Seperti yang dilaporkan oleh Fanani (2003), salah satu di antara berbagai kendala yang dialami Australia dalam pengajaran BIPA saat ini adalah menurunnya minat peserta dan terancam ditutupnya program pengajaran BIPA di beberapa sekolah dan perguruan tinggi. Penurunan minat masyarakat dan intensitas pengajaran BIPA di Australia itu disebabkan oleh faktor dari dalam dan dari luar.
Faktor dari dalam atau faktor yang muncul dari pihak Australia sendiri terutama adalah persoalan biaya. Saat ini, menurut Fanani (2003:11), pemerintah Australia telah mengurangi biaya pengajaran bahasa pada umumnya secara drastis. Akibatnya, sekolah dan perguruan tinggi mengalami kesulitan anggaran untuk menggaji pengajarnya. Oleh karena itu, ada program pengajaran bahasa—tidak hanya bahasa Indonesia—yang terancam ditutup, ada yang mengurangi intensitas pengajarannya, dan ada pula yang mengurangi jumlah pengajarnya. Beberapa sekolah bahkan terpaksa menghentikan program pengajaran BIPA karena tekanan dana itu.
Sementara itu, faktor dari luar yang menyebabkan penurunan dalam pengajaran BIPA di Australia, yaitu faktor yang muncul dari pihak Indonesia, adalah kondisi keamanan dan politik serta munculnya persepsi masyarakat Australia yang kurang baik terhadap Indonesia. Terkait dengan kondisi keamanan, seringnya terjadi pengeboman di beberapa wilayah Indonesia, adanya demonstrasi-demonstrasi yang anarkistis, serta munculnya isu-isu terorisme sangat mempengaruhi minat masyarakat Australia dalam mempelajari BIPA. Di samping itu, dari segi politik, kurang baiknya hubungan diplomatik antara pemerintah Australia dan Indonesia juga turut andil dalam penurunan tersebut. Dari beberapa faktor itu, yang paling parah pengaruhnya hingga mampu mengubah persepsi masyarakat Australia terhadap Indonesia adalah terjadinya pengeboman di Bali yang menyebabkan puluhan warga Australia menjadi korban.
Berbagai faktor tersebut menyebabkan banyak kalangan di Australia mengkhawatir-kan masa depan pengajaran BIPA dan kajian Indonesia di Australia. Seperti yang dikatakan Hill (dikutip dari Fanani, 2003), jika kecenderungan tersebut berlanjut, pengajaran bahasa dan kajian Indonesia di Australia akan mencapai titik yang mencemaskan.
Gejala penurunan dalam pengajaran BIPA juga terjadi di beberapa negara Eropa, seperti di Belanda dan Jerman. Di samping itu, penurunan minat masyarakat dalam mempelajari BIPA terjadi pula di Korea Selatan. Penyebabnya secara umum adalah kondisi yang dihadapi Indonesia sendiri, yakni kondisi keamanan yang kurang kondusif, situasi politik yang tidak stabil, serta situasi ekonomi dan perdagangan yang kurang menguntung-kan. Masalah yang terakhir itu sangat berpengaruh dalam pengajaran bahasa Indonesia di beberapa universitas di Korea Selatan.
Seperti kita ketahui, di Indonesia cukup banyak terdapat perusahaan milik warga negara Korea Selatan. Namun, sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ditambah dengan maraknya aksi buruh yang menuntut kenaikan upah serta lemahnya penegakan hukum dan banyaknya pungli dalam dunia usaha, perusahaan-perusahaan itu tidak dapat memperoleh untung sebagaimana yang diharapkan, bahkan beberapa di antaranya sering mengalami kerugian. Akibatnya, beberapa perusahaan Korea Selatan memindahkan usahanya ke negara lain, seperti ke Thailand dan China. Kondisi tersebut ternyata mempengaruhi pengajaran BIPA di universitas-universitas Korea Selatan. Hal itu karena banyak mahasiswa Korea Selatan yang mempelajari bahasa Indonesia dengan tujuan agar dapat bekerja di perusahaan-perusahaan Korea yang ada di Indonesia. Namun, karena beberapa perusahaan tersebut pindah ke negara lain, para mahasiswa khawatir tidak dapat memperoleh pekerjaan sebagaimana yang mereka harapkan.
Gejala penurunan dalam pengajaran BIPA di luar negeri itu tentu tidak seharusnya kita biarkan karena hal itu dapat mengancam eksistensi pengajaran BIPA. Oleh sebab itu, harus kita carikan solusi untuk mengatasi terjadinya kecenderungan tersebut. Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk memperoleh solusi itu? Kita—dalam hal ini pihak Indonesia—harus memberi motivasi, dukungan, dan bantuan terhadap penyelenggaraan pengajaran BIPA di luar negeri. Untuk itu, berbagai potensi harus digali, dimanfaatkan, dan didayagunakan semaksimal mungkin guna mengatasi persoalan tersebut.
3. Potensi dan Peluang
Indonesia sebenarnya memiliki beragam potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan didayagunakan sebagai modal dasar dalam peningkatan minat dan motivasi orang asing untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Salah satu di antaranya adalah kondisi alam Indonesia yang eksotis dan kaya akan keragaman flora dan fauna yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kondisi alam Indonesia seperti itu sangat menarik bagi orang asing, terutama para wisatawan dan peneliti serta pencinta flora dan fauna. Oleh karena itu, potensi tersebut harus dikembangkan dan didayagunakan dengan cara membuku-kan dan menginformasikannya kepada masyarakat internasional. Penyebarluasan informasi itu dapat dilakukan melalui laman atau website dan dapat pula melalui kedutaan-kedutaan besar Indonesia atau perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri.
Potensi lain yang tidak kalah menariknya adalah kondisi penduduk Indonesia yang multietnis dengan keragaman seni budaya dan bahasa daerahnya. Keragaman etnis, seni budaya, dan bahasa daerah ini pun sangat menarik bagi orang asing. Oleh karena itu, potensi ini pun harus dimanfaatkan dengan cara menginformasikannya kepada masyarakat inter-nasional, baik melalui laman, CD, VCD, film, maupun buku-buku cetak.
Selama ini ternyata masih ada orang asing yang belum mengetahui letak geografis wilayah Indonesia. Oleh karena itu, letak geografis wilayah Indonesia dalam lintas laut yang strategis dengan jumlah penduduk yang mencapai 200 juta lebih juga perlu diinformasikan karena hal itu juga sangat menarik bagi orang asing, terutama kalangan pengusaha yang berminat investasi di Indonesia. Di samping itu, bagi kalangan pengusaha tersebut, informasi mengenai kekayaan sumber daya alam Indonesia, baik hutan, laut, maupun kekayaan alam yang tersimpan di dalamnya, tentu juga sangat menarik bagi mereka.
Sementara itu, Indonesia juga memiliki bahasa nasional yang telah mampu mempersatukan berbagai suku bangsa di Indonesia yang berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, agama, dan bahasa daerahnya. Potensi tersebut ternyata juga dapat menjadi daya tarik bagi bangsa lain untuk mengetahui lebih jauh tentang Indonesia. Hal itu, misalnya menjadi inspirasi bagi para pemuka Jerman untuk mempersatukan negara itu ketika masih terpisah antara Jerman Barat dan Jerman Timur, seperti yang diinformasikan oleh Soedijarto (1993:581). Apalagi, selain berfungsi sebagai bahasa pemersatu bagi ratusan suku bangsa di Indonesia, bahasa Indonesia juga digunakan sebagai sarana komunikasi oleh lebih dari 200 juta penduduk yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Informasi mengenai hal tersebut tentu juga menarik bagi masyarakat dan bangsa lain.
Pemanfaatan dan pendayagunaan berbagai potensi tersebut sebenarnya memiliki peluang yang cukup besar. Pertama, telah tersedia media informasi global yang berupa internet dengan daya jangkau ke seluruh penjuru dunia. Media tersebut dengan mudah dapat dimanfaatkan untuk menginformasikan berbagai potensi yang kita miliki kepada masyarakat internasional.
Kedua, Indonesia telah memiliki kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan kantor perwakilan negara yang tersebar di berbagai negara. KBRI—sebagai wakil negara di luar negeri—sudah sepatutnya mempromosikan Indonesia, termasuk mempromosikan potensi wisata dan pengajaran BIPA, kepada masyarakat internasional. Dalam konteks itu, KBRI dapat menyebarkan brosur, majalah, dan buku-buku yang berisi berbagai informasi tentang Indonesia kepada masyarakat internasional bekerja sama dengan lembaga-lembaga pengajar BIPA di luar negeri, tempat KBRI itu berada. Berbagai informasi tersebut dapat pula disediakan di meja resepsionis KBRI untuk dibagikan kepada para tamu yang datang ke KBRI. Peluang ini tampaknya belum banyak dimanfaatkan oleh perwakilan negara kita di luar negeri.
Ketiga, sudah tersedia cukup banyak lembaga penyelenggara pengajaran BIPA di luar negeri, baik di perguruan tinggi maupun di lembaga-lembaga kursus. Lembaga-lembaga ini dapat dimanfaatkan sebagai media untuk menyebarluaskan berbagai informasi tentang Indonesia. Boleh dikatakan bahwa lembaga penyelenggara pengajaran BIPA di luar negeri ini merupakan agen Indonesia yang potensial untuk ikut serta dalam memperkenalkan Indonesia di dunia internasional. Oleh karena itu, sudah sepatutnya KBRI menjalin kerja sama yang lebih erat dengan lembaga tersebut.
Keempat, telah tersedia alat uji kemahiran berbahasa Indonesia atau UKBI yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemahiran berbahasa Indonesia seseorang. Alat uji ini nantinya akan digunakan untuk memberikat sertifikasi kemampuan berbahasa Indonesia bagi orang asing yang akan bekerja, melakukan studi, atau penelitian di Indonesia. Informasi mengenai UKBI dan kemampuan berbahasa Indonesia yang akan menjadi salah satu syarat bagi tenaga asing yang akan melakukan aktivitas di Indonesia perlu pula disampaikan kepada masyarakat internasional. Jika mengetahui hal itu, diharapkan orang asing yang akan melakukan aktivitas tersebut di Indonesia terpacu untuk mengikuti kursus bahasa Indonesia di luar negeri. Dengan demikian, informasi tersebut diharapkan dapat memotivasi orang asing untuk mempelajari bahasa Indonesia.
Kelima, Bahasa Indonesia telah menjadi salah satu persyaratan bagi tenaga kerja asing yang akan bekerja atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Hal ini juga merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk memotivasi orang asing agar mempelajari bahasa Indonesia sebelum mereka melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
4. Kendala dan Tantangan
Seperti yang sudah digambarkan di atas, potensi dan peluang yang dapat dimanfaat-kan untuk menarik minat orang asing dalam mempelajari bahasa Indonesia sebenarnya cukup banyak dan beragam. Akan tetapi, di sisi lain, cukup banyak dan beragam pula kendala dan tantangan yang harus dihadapi. Kendala yang dimaksud, antara lain, dapat diuraikan secara ringkas berikut ini.
Pertama, kondisi politik dan keamanan Indonesia belum kondusif. Terkait dengan kondisi politik ini, kita mengetahui bahwa sejak reformasi digulirkan, kehidupan demokrasi di Indonesia cenderung lebih liberal daripada sebelumnya. Berbagai organisasi, baik organisasi politik maupun organisasi sosial kemasyarakatan, dengan mudah dibentuk tanpa mengalami banyak persyaratan. Pengawasan dan pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap organisasi-organisasi itu pun tidak lagi ketat. Dengan demikian, peran masyarakat menjadi lebih besar dan, sebaliknya, kontrol pemerintah menjadi lebih longgar. Namun, sayangnya, peran yang lebih besar itu tidak sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik untuk memikirkan kemajuan bangsa, tetapi lebih diutamakan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Akibatnya, tidak jarang terjadi gejolak horizontal di kalangan masyarakat karena adanya perbenturan kepentingan tersebut.
Di sisi lain, sejak diberlakukannya otonomi daerah, sistem kendali pemerintahan telah mengalami perubahan, yakni dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Oleh karena itu, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar untuk mengatur masyarakat dan pemerintahan di daerahnya. Pemilihan dan penentuan kepala pemerintahan di daerah pun tidak lagi ditangani oleh pemerintah (pusat), tetapi sepenuhnya telah menjadi kewenangan masyarakat daerah atau perwakilannya. Dalam konteks seperti itu, juga tidak jarang terjadi perbenturan kepentingan antarkelompok masyarakat di daerah, terutama yang sering timbul adalah dalam pemilihan dan penentuan kepala daerah, baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Jika konflik semacam itu terjadi, pemerintah (pusat) juga tidak serta merta dapat menanganinya karena hal itu dianggap sebagai urusan masyarakat atau pemerintah di daerah.
Konflik-konflik politik yang sering terjadi akibat kebelumdewasaan dalam berdemokrasi di Indonesia itu mau tidak mau akan mengganggu stabilitas politik dan keamanan secara nasional karena partai-partai politik tersebut mempunyai jaringan pada tingkat nasional. Pada gilirannya, kondisi politik yang belum stabil itu juga berdampak kepada orang-orang asing yang akan berkunjung, berusaha, ataupun studi di Indonesia.
Sementara itu, kondisi keamanan di Indonesia juga sering dianggap belum kondusif. Kondisi keamanan ini selain dipengaruhi oleh faktor-faktor politik, juga sering dipicu oleh adanya isu-isu terorisme di Indonesia, seperti terjadinya pengeboman di beberapa wilayah Indonesia serta ancaman-ancaman pengeboman oleh orang-orang tak dikenal. Oleh karena itu, pemerintah negara lain sering memberikan travel warning kepada masyarakat negaranya yang akan berkunjung ke Indonesia. Akibatnya, orang asing menjadi takut untuk berkunjung ke Indonesia. Kalaupun ada sebagian yang tidak takut, mereka tidak mendapat izin berkunjung ke Indonesia dari pemerintahnya. Hal ini tentu menjadi kendala yang cukup besar bagi pemerintah Indonesia, terutama dalam menarik kunjungan wisata, investasi asing, dan juga dalam mempromosikan pengajaran BIPA di luar negeri.
Kendala yang kedua adalah kondisi perekonomian Indonesia yang belum/tidak stabil. Ketidakstabilan dalam bidang ekonomi ini juga sangat berpengaruh terhadap minat orang asing untuk berkunjung ke Indonesia, terutama yang akan berusaha atau berinvestasi di Indonesia. Hal itu karena kondisi perekonomian semacam itu kurang menguntungkan untuk berusaha atau berbisnis. Kalau kondisi perekonomian kita stabil dengan tingkat pertumbuhan yang kuat, dengan sendirinya hal itu dapat menarik minat orang asing untuk berinvestasi dan berbisnis di Indonesia. Tanpa harus dipromosikan pun, kalau ekonomi Indonesia kuat, orang akan datang sendiri untuk berinvestasi. Di samping itu, ekonomi yang kuat juga menyebabkan orang asing tertarik untuk mempelajari Indonesia, tidak hanya ekonomi, tetapi tentu juga bahasanya. Dengan demikian, kekuatan dalam bidang ekonomi juga dapat mempengaruhi minat dalam pengajaran BIPA di luar negeri.
Namun, sayangnya, ekonomi Indonesia saat ini belum kuat seperti itu. Tingkat pertumbuhannya pun masih relatif rendah. Iklim berinvestasi di Indonesia tampaknya juga kurang kondusif. Hal itu, antara lain, disebabkan oleh tingginya upah buruh, tuntutan kenaikan upah, seringnya terjadi pemogokan buruh, dan sebagainya. Di samping itu, banyaknya terjadi pemungutan liar, rumitnya perizinan usaha, dan lemahnya penegakan hukum dalam dunia bisnis juga mempengaruhi iklim berinvestasi. Untuk mengatasi hal itu, berbagai aspek harus segera dibenahi. Pungutan liar harus diberantas, perizinan perlu disederhanakan, hukum harus ditegakkan, dan upah buruh perlu disesuaikan. Jika berbagai kendala itu dapat segera diatasi, sedikit demi sedikit pertumbuhan ekonomi Indonesia pasti akan membaik.
Kendala ketiga yang dihadapi dalam peningkatan minat mempelajari BIPA adalah maraknya pemberitaan yang negatif tentang Indonesia, baik oleh stasiun televisi Indonesia sendiri maupun oleh televisi asing. Penayangan berita sejenis “Buser”, “Sergap”, dan berita kriminal lain oleh televisi Indonesia menyebabkan orang asing takut ke Indonesia karena berita-berita tersebut mengesankan bahwa Indonesia itu tidak aman, banyak kejahatan, pembunuhan, pemerkosaan, dan sejenisnya. Belum lagi pemberitaan oleh televisi-televisi asing yang mengangkat isu-isu terorisme, kerusuhan, dan pengeboman di sejumlah wilayah. Semua pemberitaan itu memperburuk citra Indonesia di dunia internasional. Pemberitaan yang terkesan menebar teror itu harus dihentikan atau setidaknya—kalau tetap diberitakan—sisi sadistisnya harus diungkapkan dengan baik, tidak perlu diekspos secara vulgar. Kecuali itu, pemberitaan tersebut juga harus diimbangi dengan berita-berita yang positif tentang Indonesia agar dapat menarik minat orang asing untuk mengetahui Indonesia lebih lanjut, bukan sebaliknya, malah menebar ketakutan.
Kendala berikutnya yang dihadapi adalah sikap masyarakat Indonesia sendiri yang lebih suka menggunakan bahasa asing di dalam komunikasi di Indonesia dan di dalam penulisan papan-papan nama, kain rentang, penamaan tempat-tempat usaha, hotel, restoran, kompleks perumahan, dan iklan-iklan di tempat umum. Semua itu menggambarkan sikap masyarakat Indonesia sendiri yang kurang positif terhadap bahasa Indonesia. Maraknya penggunaan bahasa asing di tempat-tempat umum itu menyebabkan orang asing kecewa ketika datang ke Indonesia. Mereka yang sudah bekerja ka"aw belajar bahasa Indonesia di negaranya tiba-tiba dihadapkan pada kondisi yang tidak mengutamakan bahasa Indonesia. Akibatnya, mereka tidak dapat menerapkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia. Misalnya, ketika sampai di bandara Indonesia, mereka tidak disapa dalam bahasa Indonesia, tetapi disapa dengan bahasa asing. Di hotel dan restoran mereka juga disapa dalam bahasa asing. Di tempat-tempat umum mereka menjumpai tulisan dalam bahasa asing, yang bagi mereka tentu sudah tidak asing lagi. Jadi, tidak ada lagi ciri khas keindonesiaannya. Padahal, mereka sudah mampu berbahasa Indonesia, dan ingin menerapkan kemampuannya itu di Indonesia. Akhirnya, mereka kecewa karena usahanya dalam mempelajari bahasa Indonesia tidak dapat diterapkan dengan baik.
Untuk mengatasi hal itu, seluruh masyarakat Indonesia harus meningkatkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia dan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia di tempat-tempat umum.
Peningkatan minat orang asing untuk mempelajari bahasa Indonesia di samping dihadapkan pada kendala-kendala tersebut, juga masih dihadapkan pada tantangan lain yang tidak kalah serius. Tantangan yang dimaksud, antara lain, masih adanya kesan bahwa mengurus perizinan bagi mereka yang telah belajar bahasa Indonesia untuk datang ke Indonesia itu sulit, bahkan tidak jarang tampak sengaja dipersulit. Ujung-ujungnya, kesempatan itu dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara.
Hal lain yang masih menjadi tantangan adalah kurangnya dukungan pemerintah Indonesia terhadap penyelenggaraan pengajaran BIPA di luar negeri. Dukungan yang dimaksud dan sangat diharapkan oleh lembaga-lembaga pengajar BIPA di luar negeri dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, misalnya (1) pemberian kemudahan dalam perizinan ke Indonesia, (2) penyediaan bahan-bahan ajar bahasa Indonesia dan bahan-bahan penunjang tentang kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya Indonesia, serta informasi tentang kehidupan masyarakat Indonesia masa kini, (3) pertukaran pelajar, mahasiswa, dan pengajar, (4) pementasan seni budaya Indonesia di lembaga-lembaga penyelenggara pengajaran BIPA, dan (5) pemberian beasiswa kepada pelajar/mahasiswa asing yang akan belajar di Indonesia. Terkait dengan pemberian beasiswa itu, memang sudah ada lembaga-lembaga yang menyediakan itu, misalnya Biro Kerja Sama Luar Negeri Depdiknas melalui Program Dharmasiswa dan juga sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Meskipun demikian, KBRI juga perlu memberikan motivasi kepada orang asing dengan memberikan beasiswa itu. Jika setiap KBRI per tahun bisa memberikan beasiswa terhadap dua orang saja, hal itu sudah sangat membantu dan memberikan motivasi yang besar kepada orang asing.
Tantangan lain yang masih dihadapi adalah kurangnya informasi yang lengkap tentang Indonesia di luar negeri, misalnya informasi tentang geografi, sejarah, antropologi, ekonomi, politik, hukum, dan kebudayaan Indonesia, serta tempat-tempat wisata yang menarik di Indonesia. Informasi tersebut perlu disesuaikan dengan kebutuhan kelompok-kelompok masyarakat asing yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Indonesia.
5. Strategi yang Perlu Ditempuh
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di atas, perlu ditempuh suatu strategi yang dapat meningkatkan minat orang asing untuk mempelajari bahasa Indonesia. Strategi yang dimaksud dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan peluang yang dimiliki untuk mengatasi kendala dan tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, kendala dan tantangan itu harus diminimalkan untuk meraih peluang dengan memaksimalkan potensi yang ada. Untuk itu, strategi yang perlu ditempuh, antara lain, adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan Peran KBRI di Luar Negeri
Peran Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan/atau kantor perwakilan negara di luar negeri dalam penyelenggaraan pengajaran BIPA harus ditingkatkan. Untuk itu, kantor KBRI atau kantor perwakilan RI di negara yang belum ada penyelenggara pengajaran BIPA wajib menyelenggarakan kursus atau pengajaran bahasa Indonesia kepada penutur asing. Di samping itu, mereka juga perlu mendorong dan memfasilitasi lembaga perguruan tinggi di negara tempatnya bertugas agar menyelenggarakan pengajaran BIPA ataupun studi tentang Indonesia. Dengan demikian, akan tersedia tempat bagi masyarakat di negara tersebut yang ingin mempelajari bahasa Indonesia ataupun yang ingin mendalami kajian tentang Indonesia.
Sementara itu, bagi KBRI atau perwakilan RI di negara yang sudah ada penyelenggara pengajaran BIPA ataupun studi tentang Indonesia, mereka perlu memberikan fasilitas dan dukungan terhadap lembaga penyelenggara pengajaran BIPA/studi tentang Indonesia di negara tersebut. Selain itu, pihak KBRI/perwakilan RI juga perlu menjalin kerja sama yang lebih erat dengan lembaga penyelenggara pengajaran BIPA/studi Indonesia tersebut. Hal itu sudah sepatutnya dilakukan karena lembaga penyelenggara pengajaran BIPA/studi Indonesia tersebut pada dasarnya merupa-kan pihak asing di luar negeri yang ikut serta dalam memperkenalkan dan mempromosikan Indonesia di dunia internasional. Dengan kerja sama yang lebih erat dan memberikan bantuan yang diperlukan, tugas yang diemban oleh KBRI/perwakilan RI tersebut juga akan menjadi lebih berhasil karena tugas lembaga-lembaga itu juga membantu pihak Indonesia, yakni menyebarluaskan dan mengembangkan bahasa dan budaya Indonesia di luar negeri. Hubungan yang akrab dan harmonis antara perwakilan RI di luar negeri dan lembaga penyelenggara pengajaran BIPA/studi Indonesia itu perlu dibina karena hal itu sangat diharapkan oleh lembaga pengajar BIPA/studi Indonesia di luar negeri. Sayangnya, hubungan seperti itu belum banyak dilakukan oleh perwakilan RI di luar negeri. Padahal, hubungan yang harmonis itu akan menguntungkan kedua pihak.
Sebagai wakil negara di luar negeri, KBRI/perwakilan RI perlu menciptakan iklim dan suasana keindonesiaan di lingkungan kerjanya di luar negeri. Hal itu berarti bahwa selain memasang bendera merah putih di depan kantor KBRI/perwakilan RI dan memasang lambang Burung Garuda serta foto Presiden dan Wakil Presiden di ruang kerjanya, juga atribut dan identitas keindonesiaan yang lain harus diutamakan. Dengan demikian, aksesoris ruang-ruang kerja di KBRI/perwakilan RI pun hendaknya bernuansa Indonesia. Di samping itu, sebagai lambang identitas bangsa, bahasa Indonesia pun hendaknya digunakan sebagai sarana komunikasi di lingkungan kerja. Di tempat kerja itu, bahasa asing atau bahasa setempat hendaknya hanya digunakan jika berkomunikasi dengan orang asing yang memang belum bisa berbahasa Indonesia. Suasana yang mengindonesia seperti itu masih amat jarang dijumpai di kantor KBRI/perwakilan RI di luar negeri. Mereka umumnya hanyut dalam suasana luar negeri. Padahal, begitu memasuki pintu gerbang KBRI/perwakilan RI, orang asing seharusnya merasakan suasana Indonesia, termasuk dalam hal berbahasa.
Para pejabat dan diplomat di KBRI/perwakilan RI pun perlu membiasakan diri berkomunikasi dengan bahasa Indonesia di lingkungan kerjanya. Tidak terkecuali, di dalam pidato ataupun sambutan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan pihak Indonesia, bahasa Indonesia juga perlu diutamakan walaupun dihadiri pula oleh orang asing. Naskah pidato/sambutan yang diberikan kepada para wartawan selain ditulis dalam bahasa Indonesia, dapat pula disertai terjemahannya dalam bahasa asing atau bahasa setempat. Dengan demikian, orang asing yang merasa perlu berhubungan dengan pihak Indonesia dituntut untuk belajar bahasa Indonesia. Mungkin saja hal seperti itu dianggap terlalu kaku, tetapi itulah salah satu cara untuk menjaga martabat bangsa.
b. Pendirian Pusat Kebudayaan Indonesia
Pendirian Pusat Kebudayaan Indonesia di luar negeri sebenarnya sudah cukup lama direncanakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Namun, hingga kini tampaknya baru satu yang terealisasi, yakni Pusat Kebudayaan Indonesia di KBRI Canberra, Australia. Rencana tersebut perlu diteruskan ke negara-negara yang lain. Dengan adanya Pusat Kebudayaan Indonesia, berbagai aktivitas sini budaya Indonesia dapat dipusatkan di pusat kebudayaan itu.
Salah satu aktivitas atau kegiatan yang perlu dilakukan di Pusat Kebudayaan Indonesia itu tentu adalah pengajaran bahasa Indonesia kepada orang asing. Di samping itu, Pusat Kebudayaan Indonesia di luar negeri juga dapat berfungsi sebagai pusat informasi mengenai berbagai hal tentang Indonesia. Dengan demikian, pendirian pusat kebudayaan itu sangat penting. Oleh karena itu, patut kita dukung.
c. Penyediaan Informasi yang Lengkap tentang Indonesia
Kurangnya informasi yang lengkap tentang Indonesia sering dikeluhkan oleh orang asing yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Indonesia. Oleh karena itu, pihak Indonesia perlu menyediakan informasi tersebut kepada pihak-pihak lain yang ingin mengetahui tentang Indonesia secara lebih jauh. Informasi tersebut perlu disesuaikan dengan kebutuhan orang asing tentang Indonesia.
Dalam hubungan itu, orang asing yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu (1) diplomat dan pengamat asing, (2) sarjana bidang studi Indonesia, (3) pelajar/mahasiswa, (4) wisatawan, (5) wartawan, (6) pengusaha, (7) pengajar/peneliti, (8) keluarga pejabat/pekerja asing di Indonesia, (9) keluarga pejabat/pekerja Indonesia di luar negeri, dan (10) lain-lain.
Para diplomat dan pengamat asing umumnya berkeinginan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang Indonesia. Oleh karena itu, mereka memerlukan buku berbahasa Indonesia yang dapat memberikan informasi secara lengkap tentang Indonesia, termasuk di dalamnya adalah informasi tentang sejarah, geografi, antropologi, hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Hampir sama dengan itu, para sarjana asing yang mendalami studi tentang Indonesia juga memerlukan informasi tentang berbagai aspek kehidupan Indonesia secara lengkap karena mereka berkeinginan untuk mempelajari Indonesia sebagai objek kajian wilayah, termasuk sejarah, geografi, antropologi, hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Seperti halnya para diplomat, pengamat asing, dan sarjana bidang studi Indonesia, para wartawan asing juga memerlukan buku berbahasa Indonesia yang memberi informasi secara lengkap tentang berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat Indonesia agar dapat menggali informasi berita dari narasumber yang berbahasa Indonesia.
Bagi para mahasiswa asing, untuk keperluan penelitian dan penelaahan pustaka yang tertulis dalam bahasa Indonesia serta untuk bisa bekerja di perusahaan/instansi negaranya di Indonesia, mereka selain memerlukan buku pelajaran bahasa Indonesia yang praktis, juga informasi tentang pertukaran pelajar/mahasiswa dalam melakukan penelitian dan informasi tentang perizinan untuk bekerja di Indonesia.
Berbeda dengan itu, para wisatawan—agar dapat melakukan kunjungan wisata ke Indonesia dengan nyaman—memerlukan buku panduan wisata yang berisi informasi lengkap tentang peta dan tempat-tempat wisata di Indonesia. Di samping itu, mereka juga memerlukan buku pelajaran bahasa Indonesia yang praktis.
Sementara itu, para pengusaha asing—untuk keperluan penanaman modal dan bisnis di Indonesia—memerlukan buku berbahasa Indonesia yang memberi informasi lengkap tentang ekonomi, komoditas perdagangan, serta hukum dan politik yang melatar-belakangi dan mengatur kehidupan ekonomi dan perdagangan di Indonesia.
Bagi peneliti dan pengajar bahasa dan budaya, untuk keperluan mempelajari bahasa dan kebudayaan Indonesia, mereka memerlukan buku berbahasa Indonesia yang memberi informasi tentang bahasa dan kebudayaan Indonesia.
Berikutnya, bagi keluarga pejabat dan pekerja asing di Indonesia, untuk dapat berkomunikasi dalam rangka memenuhi keperluan hidup sehari-hari di Indonesia, mereka memerlukan buku pelajaran bahasa Indonesia yang praktis dan informasi yang lengkap tentang berbagai aspek kehidupan di Indonesia. Buku praktis dan informasi seperti itu juga diperlukan keluarga pejabat dan pekerja Indonesia di luar negeri untuk tetap dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dalam rangka mempertebal rasa kebangsaan.
Buku dan berbagai informasi lain tentang Indonesia yang diinginkan itu terutama yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Adapun ringkasannya dapat ditulis dalam bahasa asing. Buku-buku dan informasi tersebut hendaknya dapat disediakan oleh pihak Indonesia, dalam hal ini KBRI atau perwakilan RI di luar negeri. Terpenuhinya keperluan tersebut sedikit banyak dapat meningkatkan minat dan motivasi orang asing dalam mempelajari bahasa Indonesia dan berbagai aspek kajian tentang Indonesia.
Keperluan informasi tersebut sedapat mungkin dipenuhi mengingat mereka—kelompok-kelompok masyarakat tersebut—merupakan kelompok masyarakat yang mempelajari bahasa dan budaya Indonesia serta sekaligus merupakan kelompok masyarakat yang menyebarluaskan bahasa dan budaya Indonesia di luar negeri. Dengan demikian, mereka merupakan kelompok masyarakat di luar negeri yang ikut berperan serta dalam memperkenalkan dan mempromosikan Indonesia di dunia internasional. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia akan memperoleh keuntungan yang timbal balik jika dapat membantu memenuhi kebutuhan mereka.
d. Penyediaan Informasi tentang Lembaga Pengajar BIPA
Informasi tentang lembaga-lembaga penyelenggara pengajaran BIPA di negara tempatnya bertugas juga perlu disediakan oleh KBRI/perwakilan RI untuk memberi kemudahan bagi orang asing di negara tersebut yang ingin belajar BIPA. Di samping itu, bagi mahasiswa yang mempelajari BIPA dan mahasiswa studi Indonesia juga perlu diberi informasi tentang lembaga-lembaga perguruan tinggi di Indonesia yang membuka program BIPA dan jurusan bahasa dan sastra Indonesia, termasuk perguruan tinggi di Indonesia yang menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di negara tempatnya bertugas. Informasi tersebut diperlukan untuk kemungkinan menjalin kerja sama dalam pertukaran pelajar/mahasiswa serta pertukaran pengajar dan peneliti dengan perguruan tinggi mereka.
e. Penyediaan Fasilitas dan Bahan Ajar
Pemerintah Indonesia—dalam hal ini terutama KBRI/perwakilan RI—perlu menyediakan fasilitas dan bahan ajar bagi para mahasiswa program BIPA/studi Indonesia dan lembaga penyelenggaran program tersebut. Fasilitas yang perlu disediakan, antara lain, berupa kemudahan untuk mengakses informasi tentang Indonesia dan kemudahan untuk memperoleh perizinan bagi mahasiswa program BIPA dan studi Indonesia yang akan berkunjung ke Indonesia.
Pemberian fasilitas tersebut tentu sangat berarti dan akan memberikan motivasi bagi orang asing yang ingin mempelajari BIPA/studi Indonesia. Apalagi jika pemberian fasilitas itu juga dibarengi dengan penyediaan bahan ajar BIPA dan bahan-bahan penunjang yang diperlukan dalam penyelenggaraan program tersebut. Bahan ajar BIPA yang diperlukan di luar negeri umumnya yang ditulis oleh orang Indonesia dan terbit di Indonesia sehingga dapat memberikan gambaran faktual tentang penggunaan bahasa Indonesia yang lebih alami. Sementara itu, bahan-bahan penunjang yang diperlukan umumnya berupa bahan-bahan tentang kehidupan masyarakat Indonesia masa kini, kondisi sosial budaya Indonesia, adat-istiadat, seni budaya, hukum, politik, dan kehidupan demokrasi dalam tata pemerintahan di Indonesia. Dalam hubungan itu, kalaupun tidak dapat diperoleh secara cuma-cuma, paling tidak bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah.
f. Penyediaan Beasiswa dan Informasi tentang Beasiswa
Pemberian beasiswa juga merupakan perangsang yang menarik untuk meningkatkan minat orang asing dalam mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia perlu memikirkan kemungkinan dapat memberikan beasiswa kepada mahasiswa asing yang mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Jika setiap KBRI/perwakilan RI di luar negeri dapat memberikan beasiswa kepada dua orang saja per negara, hal itu tentu akan disambut baik oleh para penyelenggara pengajaran BIPA/studi Indonesia di luar negeri. Hal itu karena dengan adanya beasiswa tersebut, para penyelenggara pengajaran BIPA/studi Indonesia dapat melakukan promosi kepada masyarakat di negaranya untuk mengikuti program BIPA.
Beasiswa yang dimaksud dapat berupa beasiswa untuk mengikuti pendidikan di negaranya, dan dapat pula beasiswa untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi Indonesia. Kecuali itu, informasi tentang pemberian beasiswa, baik yang dilakukan oleh Depdiknas, perguruan tinggi di Indonesia, maupun perusahaan-perusahaan Indonesia, perlu pula disampaikan kepada para penyelenggara pengajaran BIPA/studi Indonesia di luar negeri karena hal itu juga dapat menjadi daya tarik bagi orang asing yang ingin belajar BIPA/studi Indonesia.
Di samping dalam bentuk beasiswa, untuk menarik minat orang asing dalam mempelajari BIPA/studi Indonesia, pihak pemerintah Indonesia dapat pula memfasilitasi kunjungan mahasiswa asing ke Indonesia. Bentuknya dapat berupa pemberian diskon perjalanan atau penginapan, dan dapat pula berupa pemberian fasilitas akomodasi di Indonesia. Semua itu—sebagai bentuk kepedulian dan dukungan pemerintah Indonesia terhadap pengajaran BIPA dan studi Indonesia—tentu akan disambut baik oleh mereka. Dampaknya tentu dapat meningkatkan minat orang asing untuk mempelajari BIPA/studi Indonesia.
g. Penyediaan Perpustakaan yang Lengkap tentang Indonesia
Daya tarik lain yang perlu dipikirkan dalam upaya meningkatkan minat orang asing untuk mempelajari BIPA adalah penyediaan perpustakaan yang lengkap tentang Indonesia. Perpustakaan tersebut perlu disediakan di KBRI/kantor perwakilan RI, sekolah Indonesia di luar negeri, atau di Pusat Kebudayaan Indonesia di luar negeri, yang mudah-mudahan segera terwujud.
Koleksi perpustakaan tersebut hendaknya diutamakan pada buku-buku berbahasa Indonesia yang berisi informasi berbagai hal tentang Indonesia. Di samping itu, perlu pula disediakan katalog mengenai buku-buku terbitan Indonesia. Katalog tersebut beserta katalog koleksi perpustakaan selain disediakan di perpustakaan, dapat pula dibagikan ke lembaga-lembaga penyelenggara pengajaran BIPA di negara yang bersangkutan. Hal itu tentu sangat menarik bagi para penyelenggara program BIPA/studi Indonesia.
Selain menyediakan koleksi pustaka, perpustakaan tersebut akan sangat bermanfaat pula jika dapat melakukan pertukaran terbitan, terutama majalah, dengan perguruan-perguruan tinggi atau lembaga-lembaga asing di negara yang bersangkutan. Untuk itu, pihak KBRI, perwakilan RI, sekolah Indonesia, atau Pusat Kebudayaan Indonesia di luar negeri secara rutin perlu menerbitkan majalah atau buletin yang berisi berbagai informasi tentang Indonesia dan aktivitas lembaga-lembaga tersebut. Majalah atau beletin tersebut selain dapat digunakan sebagai hadiah tukar, tentu dapat pula menjadi sarana komunikasi bagi orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri, khususnya di negara yang bersangkutan.
.
6. Penutup
Berbagai strategi yang ditawarkan tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dan—jika dilaksanakan—tentu dapat pula memberikan motivasi dan meningkatkan minat orang asing untuk mempelajari bahasa Indonesia. Agar harapan tersebut terpenuhi, pemerintah Indonesia—dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Luar Negeri melalui KBRI/perwakilan RI di luar negeri—hendaknya memperhatikan secara sungguh-sungguh kondisi pengajaran BIPA di luar negeri dan memberikan fasilitas serta bantuan yang diperlukan.
Dengan fasilitas dan bantuan tersebut diharapkan minat orang asing untuk mempelajari BIPA/studi Indonesia makin meningkat sehingga lembaga penyelenggara pengajaran BIPA/studi Indonesia di luar negeri dapat mengembangkan programnya dalam rangka memperkenalkan dan mempromosikan Indonesia di dunia internasional. Dengan demikian, berkembangnya program tersebut tidak saja dapat menghapus kekhawatiran akan ditutupnya program pengajaran BIPA/studi Indonesia, tetapi dapat pula meningkatkan citra Indonesia di mata dunia.
SUMBER RUJUKAN
Fanani, Ismet. 2003. “Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia: Keadaannya Sekarang dan Prospek Masa Datang”. Makalah yang Disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia VIII, 14—17 Oktober 2003. Jakarta: Pusat Bahasa.
Mustakim. 2006. “Panduan Umum dalam Penyelenggaraan Pengajaran BIPA”. Bahan Diklat dalam “Teacher Training of Indonesian Language for Foreigners” yang Diselenggarakan oleh Indonesian International School Yangon, 4—6 Mei 2006.
Soedijarto. 1993. “Pembinaan Bahasa Indonesia di Luar Negeri sebagai Bagian dari Upaya Diplomasi Kebudayaan: Sebuah Pengalaman dari Republik Federal Jerman”. Dalam Kongres Bahasa Indonesia V (581—592). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Label: BIPA